Boleh menikahi wanita hamil karena zina, baik oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki lain. Dalilnya, QS An-Nisa’ (4): 23-24, tentang wanita yang haram dinikahi (ayat ini tidak menyebutkan perempuan yang hamil dari perbuatan zina).
Kemudian, QS An-Nur (24): 32 yang berbunyi, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba sahayamu yang perempuan.”
Ayat tersebut dimaknai, wanita hamil karena berzina boleh dikawini sebab termasuk wanita yang tidak bersuami.
Shutterstock
Hal terpenting untuk dilakukan ialah melaksanakan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar dengan ihsan. Kepada sepupu yang telah berzina (berdosa besar), Wajib mengingatkannya untuk segera tobat (taubatan nashuha).
Juga, ingatkan tante, tentu dengan bahasa yang baik, bahwa ia turut bertanggung jawab di hadapan Allah SWT kelak karena (mungkin) selama ini abai menanamkan nilai-nilai Islam kepada putranya sehingga pergaulan bebas dan hamil tanpa ikatan pernikahan dianggap hal biasa.
Menghadiri undangan hukumnya wajib. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Apabila seorang daripada kamu diundang menghadiri walimah, maka hendaklah dia menghadirinya,” (HR Bukhari dan Muslim). Kecuali, bila ada halangan syar’i atau keperluan mendesak lainnya.
Namun soal memenuhi undangan ini, ulama berpendapat hukum wajib tersebut bergantung pada syarat-syarat tertentu.
Jika acara pernikahan bercampur dengan kemaksiatan, seperti disediakan minuman arak, maka gugurlah kewajiban itu.
Bisa jadi ustaz yang berceramah di masjid berpandangan tidak boleh datang karena dengan kedatangan tersebut berarti melegalkan hal yang haram.
Kedatangan kita bisa ditafsirkan seakan kita membenarkan apa yang telah dilakukan oleh si pengundang (boleh menikah ketika hamil)